Monday, June 20, 2011

Spiritualitas dalam Perusahaan

Belakangan ini, concern perusahaan-perusahaan besar terhadap aspek etical ini telah berkembang lebih jauh ke semacam ”spritualisasi” manajemen. Perkembangan baru tersebut telah mendorong perusahaan–perusahaan besar untuk meningkatkan spiritualitas para pemimpin dan karyawannya. Hal ini terjadi bukan semata-mata karena munculnya kecenderungan baru di negara-negara maju pada spiritualitas, melainkan juga karena adanya kaitan yang amat erat antara spiritulitas dan keberhasilan bisnis.

Dr. Gay Hendricks dan Dr. Kate Ludeman dalam buku Corporate Mystic secara lugas menyatakan bahwa dalam era pasar global, akan ditemukan orang-orang suci, mistikus, atau sufi di perusahaan-perusahaan besar atau organisasi-organisasi modern, bukan di wihara, kuil, gereja atau masjid.

Kenyataannya, setelah tak kurang dari seribu jam wawancara dengan ratusan pengusaha dan eksekutif perusahaan-perusahaan sukses di AS, kedua penulis itu mendapati bahwa para pebisnis itu memiliki sifat-sifat yang biasanya dimiliki oleh para mistikus.

Mereka menjalani hidup dari suatu basis spiritual, dan terus memelihara hubungan mereka dengan sifat spiritual diri mereka, orang lain, dan dunia disekeliling mereka. Mereka terlibat dalam suatu bisnis dengan hati dan jiwa mereka sebagaimana dengan dompet mereka. Sejalan dengan itu, mereka berada dalam bisnis juga untuk mendukung hati dan jiwa orang-orang yang bekerja bersama mereka. Berikut ini adalah ciri-ciri para Mistikus Korporat, menurut Hendricks dan Ludeman :

1. Kejujuran Total

Rahasia pertama kesuksesan bisnis, menurut para Mistikus Korporat, adalah mengatakan hanya yang benar dan mengatakannya dengan konsistensi total. Bagi mereka, integritas bukanlah semata-mata gagasan yang mulia, ia adalah alat bagi kesuksesan personal dan korporat. Mereka juga amat jujur kepada diri mereka sendiri, betapapun kadang-kadang kebenaran tersebut menyakitkan.

2. Fairness

Para Mistikus Korporat melakukan apa yang mereka katakan dan tidak mengatakan apa tidak mereka lakukan. Diantara keunggulan para Mistikus Korporat adalah kemampuan mereka untuk bertanya, ”Apakah hal ini fair bagi semua pihak?” meskipun dalam situasi pressure yang amat besar.

3. Pengembangan tentang Diri Sendiri

Para Mistikus Korporat amat concern terhadap pentingnya belajar tentang diri mereka sendiri. Mereka mengenali bahwa pikiran, tubuh dan ruh adalah alat-alat yang dengannya kita melakukan tindakan. Oleh karenanya, mereka memberikan perhatian besar pada upaya menguji motif-motif sejarah (masa lampau), dan perasaan-perasaan mereka.

4. Fokus pada Kontribusi

Para pengusaha sukses sering digambarkan sebagai orang yang serakah. Sejatinya tidaklah demikian, mereka justru amat concern pada kesejahteraan dan empowerment orang lain. Kontribusi mereka terhadap orang lain selalu berada di latar depan niat-niat mereka.

5. Spiritualitas (Non-dogmatik)

Kesemua karakteristuik para Mistikus Korporat itu pada dasarnya adalah dasar-dasar spiritualitas universal. Lebih dekat dari itu, sebagai spiritualis, mereka memiliki kelebihan untuk melihat bahwa dibalik hal-hal yang partikular terdapat kesalinghubungan universal yang mengikat segala sesuatu.

6. Mencapai Lebih banyak hasil dengan Lebih Sedikit Upaya

Inilah salah satu kredo dan gaya bekerja para Mistikus Korporat. Mereka belajar untuk memusatkan perhatian pada masa sekarang. Hanya jika kita berada pada masa sekarang—bukannya terjebak dalam penyesalan terhadap pada masa lampau dan kekhawatiran tentang masa depan—waktu bisa ditaklukan. Ini karena memang hanya masa sekaranglah yang bisa dikelola.

7. Membangkitkan yang terbaik dalam Diri Mereka dan Orang lain

Segenap tradisi mistik berbicara tentang ruang yang jernih dipusat diri kita, apakah itu disebut jiwa, ruh atau esensi. Inilah yang mencerminkan inti dari diri kita. Para Mistikus Korporat mengetahui cara untuk saling memelihara fokus pada esensi diri mereka ini, dan juga pada diri orang lain, juga cara membangkitkannya.

8. Keterbukaan terhadap Perubahan

Para Mistikus Korporat memiliki kesenangan terhadap perubahan hingga ke tulang sumsum mereka. Mereka tahu bahwa segala sesuatu terus berubah. Dengan demikian, mereka mampu melepaskan kecenderungan untuk merasa benar karena sikap seperti ini sering menghalangi kita untuk bisa terus menerus beradaptasi terhadap perubahan. Sebaliknya para Mistikus Korporat terus belajar mengenai cara mengalir bersama perubahan dan bahkan berkembang di atas perubahan tersebut. Para nonmistikus biasanya mengalami mabuk laut di tengah perubahan karena mereka menipu diri dengan menganggap masih didaratan yang kering.

9. Cita-Rasa Humor yang Tinggi

Para Mistikus Korporat banyak tertawa. Mereka mudah melihat kekonyolan hidup hewan yang bernama manusia ini. Mereka pun cepat memasukkan diri mereka ke dalam humor-humor yang mereka buat karena mereka menyadari kesakralan dan terkadang absurditas hidup ini.

10. Visi Jauh ke Depan dan Fokus yang Cermat

Para Mistikus Korporat memiliki bakat untuk mengajak orang memiliki mimpi-mimpi besar. Mereka bisa berdiri pada masa depan dan menggambarkan peta terperinci tentang cara mencapainya.

11. Disiplin-Diri yang Ketat

Para Mistikus Korporat amat berdisiplin. Akan tetapi, disiplin mereka bersumber dari gairah. Pada umumnya, mereka tak bertumpu pada disiplin otoriter yang didorong oleh rasa takut. Mereka memotivasi diri mereka melalui sense of purpose yang jelas. Model disiplin seperti ini menjadikan mereka fleksibel dan mudah menyesuaikan diri.

12. Keseimbangan

Para Mistikus Korporat selalu mencari kesimbangan hidup mereka dalam sedikitnya empat bidang kehidupan : keintiman (perkawinan, keluarga dan persahabatan), pekerjaan, spiritualitas, dan masyarakat (termasuk kehidupan sosial dan politik).

Melihat 12 karakteristik para Mistikus Korporat ini, tak sulit bagi kita untuk melihat kesesuaiannya dengan : Pertama, ciri-ciri para mistikus yang sebenarnya. Selain kejujuran dan fairness, kita lihat para mistikus memang menekankan pada pentingnya pengetahuan diri. Mereka juga memiliki pemahaman bahkan terus menerus mengadili motif-motif diri sendiri. Para mistikus rela berkorban bagi kepentingan orang lain dan mengedepankan sifat nrimo secara aktif terhadap segala perubahan baik atau buruk.

Kedua, tuntutan akan sifat-sifat pemimpin, eksekutif, atau pengusaha sukses pada era informasi dan globalisai seperti sekarang ini. Sebagaimana diramalkan banyak ahli, masa depan lingkungan usaha memiliki beberapa sifat utama sebagai berikut : perubahan yang amat cepat, makin menipisnya batas-batas antar negara, makin penting dan menentukannya peran daya manusia, makin powerful-nya knowledge dan informasi, serta makin canggihnya teknologi. Untuk menghadapi tantangan seperti ini, dari setiap pemimpin, eksekutif, manajer, ataupun pengusaha wiraswasta dituntut untuk menanamkan gaya manajemen yang visioner, terbuka, dan mementingkan concern terhadap kesejahteraan sesama koleganya.

Kesemuanya ini hanya memperkuat kesimpulan yang bisa kita tarik : tidak perlu ada konflik antara cara berbisnis yang etis dengan kegiatan keduniawian kita ini. Dengan kata lain, kita bisa menjadi pengusaha, eksekutif, manajer, ataupun karyawan sebuah perusahaan bisnis yang sukses dan, pada saat bersamaan, kita bisa hidup sejahtera secara spiritual.

Tidak hanya bisa, kini tampaknya kita mesti mengatakan : harus! Hanya dengan demikian kita bisa mengembangkan hal yang belakangan ini disebut good corporate govovernance yang diharapkan tidak saja dapat mengatasi problem kronis dunia bisnis dan ekonomi kita secara keseluruhan, tapi juga mendorong kita untuk melangkah maju ditengah jalan menuju cita-cita untuk melahirkan manusa-manusia Indonesia yang seutuhnya.



Disadur dari dari buku ”The Corporate Mystic : A Guidebook for Visionaries with Their Feet on the Ground” karya Gay Hendricks dan Kate Ludeman, pakar dan konsultan berbagai perusahaan besar di AS.

Saturday, August 14, 2010

Kisah Bocah Misterius

Di bulan Ramadhan yang suci, saya manfaatkan untuk berintrospeksi diri dan bermuhasabah. Seberapa jauh perjalanan diri ini dan sudah sampai mana kedewasaan, derajat keimanan dan ketakwaan kita.

Pada saat merenung ini, teringat suatu kisah yang pernah diemailkan seorang kawan. Suatu kisah yang membuat saya berpikir dan merenungi lagi hakikat bulan Ramadhan dan keberadaan saya di lingkungan secara umum.

*.............................*

Bocah itu menjadi pembicaraan di kampung Ketapang. Sudah tiga hari ini ia mondar-mandir keliling kampung.

Ia menggoda anak-anak sebayanya, menggoda anak-anak remaja diatasnya, dan bahkan orang-orang tua. Hal ini bagi orang kampung sungguh menyebalkan.

Yah, bagaimana tidak menyebalkan, anak itu menggoda dengan berjalan kesana kemari sambil tangan kanannya memegang roti isi daging yang tampak coklat menyala.

Sementara tangan kirinya memegang es kelapa, lengkap dengan tetesan air dan butiran-butiran es yang melekat diplastik es tersebut.

Pemandangan tersebut menjadi hal biasa bila orang-orang kampung melihatnya bukan pada bulan puasa!

Tapi ini justru terjadi ditengah hari pada bulan puasa! Bulan ketika banyak orang sedang menahan lapar dan haus. Es kelapa dan roti isi daging tentu saja menggoda orang yang melihatnya.

Pemandangan itu semakin bertambah tidak biasa, karena kebetulan selama tiga hari semenjak bocah itu ada, matahari dikampung itu lebih terik dari biasanya.

Luqman mendapat laporan dari orang-orang kampong mengenai bocah itu. Mereka tidak berani melarang bocah kecil itu menyodor-nyodorkan dan memperagakan bagaimana dengan nikmatnya ia mencicipi es kelapa dan roti isi daging tersebut.

Pernah ada yang melarangnya, tapi orang itu kemudian dibuat mundur ketakutan sekaligus keheranan.

Setiap dilarang, bocah itu akan mendengus dan matanya akan memberikan kilatan yang menyeramkan. Membuat mundur semua orang yang akan melarangnya.

Luqman memutuskan akan menunggu kehadiran bocah itu. Kata orang kampung, belakangan ini, setiap bakda zuhur, anak itu akan muncul secara misterius.

Bocah itu akan muncul dengan pakaian lusuh yang sama dengan hari-hari kemarin dan akan muncul pula dengan es kelapa dan roti isi daging yang sama juga!

Tidak lama Luqman menunggu, bocah itu datang lagi. Benar, ia menari-nari dengan menyeruput es kelapa itu. Tingkah bocah itu jelas membuat orang lain menelan ludah, tanda ingin meminum es itu juga.

Luqman pun lalu menegurnya.. Cuma,ya itu tadi,bukannya takut, bocah itu malah mendelik hebat dan melotot, seakan-akan matanya akan keluar.

“Bismillah.. .” ucap Luqman dengan kembali mencengkeram lengan bocah itu. Ia kuatkan mentalnya. Ia berpikir,kalau memang bocah itu bocah jadi-jadian, ia akan korek keterangan apa maksud semua ini.

Kalau memang bocah itu “bocah beneran” pun, ia juga akan cari keterangan, siapa dan dari mana sesungguhnya bocah itu.

Mendengar ucapan bismillah itu, bocah tadi mendadak menuruti tarikan tangan Luqman. Luqman pun menyentak tanggannya, menyeret dengan halus bocah itu, dan membawanya ke rumah.

Gerakan Luqman diikuti dengan tatapan penuh tanda tanya dari orang-orang yang melihatnya.

“Ada apa Tuan melarang saya meminum es kelapa dan menyantap roti isi daging ini? Bukankah ini kepunyaan saya?” tanya bocah itu sesampainya di rumah
Luqman, seakan-akan tahu bahwa Luqman akan bertanya tentang kelakuannya.
Matanya masih lekat menatap tajam pada Luqman.

“Maaf ya, itu karena kamu melakukannya dibulan puasa,” jawab Luqman dengan halus,”apalagi kamu tahu, bukankah seharusnya kamu juga berpuasa? Kamu bukannya ikut menahan lapar dan haus, tapi malah menggoda orang dengan tingkahmu itu..”

Sebenarnya Luqman masih akan mengeluarkan uneg-unegnya, mengomeli anak itu. Tapi mendadak bocah itu berdiri sebelum Luqman selesai. Ia menatap Luqman lebih tajam lagi.

“Itu kan yang kalian lakukan juga kepada kami semua! Bukankah kalian yang lebih sering melakukan hal ini ketimbang saya..?! Kalian selalu mempertontonkan kemewahan ketika kami hidup dibawah garis kemiskinan pada sebelas bulan diluar bulan puasa?

Bukankah kalian yang lebih sering melupakan kami yang kelaparan, dengan menimbun harta sebanyak-banyaknya dan melupakan kami? Bukankah kalian juga yang selalu tertawa dan melupakan kami yang sedang menangis?

Bukankah kalian yang selalu berobat mahal bila sedikit saja sakit menyerang, sementara kalian mendiamkan kami yang mengeluh kesakitan hingga kematian menjemput ajal..?!

Bukankah juga di bulan puasa ini hanya pergeseran waktu saja bagi kalian untuk menahan lapar dan haus?

Ketika bedug maghrib bertalu, ketika azan maghrib terdengar, kalian kembali pada kerakusan kalian…!?”

Bocah itu terus saja berbicara tanpa memberi kesempatan pada Luqman untuk menyela.

Tiba-tiba suara bocah itu berubah. Kalau tadinya ia berkata begitu tegas dan terdengar “sangat” menusuk, kini ia bersuara lirih, mengiba.

“Ketahuilah Tuan.., kami ini berpuasa tanpa ujung, kami senantiasa berpuasa meski bukan waktunya bulan puasa, lantaran memang tak ada makanan yang bisa kami makan. Sementara Tuan hanya berpuasa sepanjang siang saja.

Dan ketahuilah juga, justru Tuan dan orang-orang di sekeliling Tuan lah yang menyakiti perasaan kami dengan berpakaian yang luar biasa mewahnya, lalu kalian sebut itu menyambut Ramadhan dan ‘Idul Fithri?

Bukankah kalian juga yang selalu berlebihan dalam mempersiapkan makanan yang luar biasa bervariasi banyaknya, segala rupa ada, lantas kalian menyebutnya dengan istilah menyambut Ramadhan dan ‘Idul Fithri?

Tuan.., sebelas bulan kalian semua tertawa di saat kami menangis, bahkan pada bulan Ramadhan pun hanya ada kepedulian yang seadanya pula.

Tuan.., kalianlah yang melupakan kami, kalianlah yang menggoda kami, dua belas bulan tanpa terkecuali termasuk di bulan ramadhan ini. Apa yang telah saya lakukan adalah yang kalian lakukan juga terhadap orang-orang kecil seperti kami…!

Tuan.., sadarkah Tuan akan ketidak abadian harta? Lalu kenapakah kalian masih saja mendekap harta secara berlebih?

Tuan.., sadarkah apa yang terjadi bila Tuan dan orang-orang sekeliling Tuan tertawa sepanjang masa dan melupakan kami yang semestinya diingat?

Bahkan, berlebihannya Tuan dan orang-orang di sekeliling Tuan bukan hanya pada penggunaan harta, tapi juga pada dosa dan maksiat.. Tahukah Tuan akan adanya azab Tuhan yang akan menimpa?

Tuan.., jangan merasa aman lantaran kaki masih menginjak bumi. Tuan…, jangan merasa perut kan tetap kenyang lantaran masih tersimpan pangan ‘tuk setahun, jangan pernah merasa matahari tidak akan pernah menyatu dengan bumi kelak….”

Wuahh…, entahlah apa yang ada di kepala dan hati Luqman. Kalimat demi kalimat meluncur deras dari mulut bocah kecil itu tanpa bisa dihentikan.

Dan hebatnya, semua yang disampaikan bocah tersebut adalah benar adanya!

Hal ini menambah keyakinan Luqman, bahwa bocah ini bukanlah bocah sembarangan.

Setelah berkata pedas dan tajam seperti itu, bocah itu pergi begitu saja meninggalkan Luqman yang dibuatnya terbengong-bengong.

Di kejauhan, Luqman melihat bocah itu menghilang bak ditelan bumi.

Begitu sadar, Luqman berlari mengejar ke luar rumah hingga ke tepian jalan raya kampung Ketapang. Ia edarkan pandangan ke seluruh sudut yang bisadilihatnya, tapi ia tidak menemukan bocah itu.

Di tengah deru nafasnya yang memburu, ia tanya semua orang di ujung jalan, tapi semuanya menggeleng bingung. Bahkan, orang-orang yang menunggu penasaran didepan rumahnya pun mengaku tidak melihat bocah itu keluar dari rumah Luqman!

Bocah itu benar-benar misterius! Dan sekarang ia malah menghilang! Luqman tidak mau main-main.

Segera ia putar langkah, balik ke rumah. Ia ambil sajadah, sujud dan bersyukur. Meski peristiwa tadi irrasional, tidak masuk akal, tapi ia mau meyakini bagian yang masuk akal saja. Bahwa memang betul adanya apa yang dikatakan bocah misterius tadi.

Bocah tadi memberikan pelajaran yang berharga, betapa kita sering melupakan orang yang seharusnya kita ingat.. Yaitu mereka yang tidak berpakaian, mereka yang kelaparan, dan mereka yang tidak memiliki penghidupan yang layak.

Bocah tadi juga memberikan Luqman pelajaran bahwa seharusnya mereka yang sedang berada diatas, yang sedang mendapatkan karunia Allah, jangan sekali-kali menggoda orang kecil, orang bawah, dengan berjalan membusungkan dada dan mempertontonkan kemewahan yang berlebihan.

Marilah berpikir tentang dampak sosial yang akan terjadi bila kita terus menjejali tontonan kemewahan, sementara yang melihatnya sedang membungkuk menahan lapar.

Luqman berterima kasih kepada Allah yang telah memberikannya hikmah yang luar biasa. Luqman tidak mau menjadi bagian yang Allah sebut mati mata hatinya.

Sekarang yang ada dipikirannya sekarang , entah mau dipercaya orang atau tidak, ia akan mengabarkan kejadian yang dialaminya bersama bocah itu sekaligus menjelaskan hikmah kehadiran bocah tadi kepada semua orang yang dikenalnya, kepada sebanyak-banyaknya orang.

Kejadian bersama bocah tadi begitu berharga bagi siapa saja yang menghendaki bercahayanya hati.

Pertemuan itu menjadi pertemuan yang terakhir. Sejak itu Luqman tidak pernah lagi melihatnya, selama-lamanya. Luqman rindu kalimat-kalimat pedas dan tudingan-tudingan yang memang betul adanya.

Luqman rindu akan kehadiran anak itu agar ada seseorang yang berani menunjuk hidungnya ketika ia salah.

Thursday, June 10, 2010

Kehabisan Waktu



Banyak diantara kita termasuk saya, sulit untuk menyempatkan diri menulis secara rutin dan tepat waktu. Kadang-kadang sudah diprogram menulis untuk seminggu sekali, tapi nyatanya lebih dari itu kadang-kadang malah berminggu-minggu.

Biasanya yang menyebabkan kita sulit untuk menulis secara disiplin adalah merasa kehabisan ide menulis, pikiran tiba-tiba mandek hingga timbul rasa malas dan kita pun putuskan untuk melupakan dulu kegiatan menulis.

Tetapi mungkin juga kita terlalu sibuk dan kewalahan dengan berbagai kegiatan, baik yang penting maupun yang tidak penting bahkan sepele yang menyebabkan kita kehabisan energi dan waktu pada saat mau menulis.

Bagi teman-teman yang kebetulan menjalani pekerjaan sebagai manager. Berikut ini ada email yang menarik dari teman saya Mbak Fitri, yang saya posting lagi disini.

Bill Oncken di “ Harvard Business Review “ [1974] menulis sebuah artikel klasik yang sangat menarik dengan judul “ Mengelola Manajemen Waktu: Monyet Siapa ini? ” Dalam artikel tersebut Oncken menjabarkan bahwa ada tiga jenis manajemen waktu, yakni:


1. Waktu yang dipaksakan bos – digunakan untuk menyelesaikan aktivitas-aktivitas yang bos inginkan dan si manajer tidak bisa mengacuhkan tanpa beresiko mendapatkan hukuman (langsung atau tidak).
2. Waktu yang dipaksakan sistem – digunakan untuk mengerjakan tuntutan-tuntutan administratif dan pekerjaan dari rekan kerja. Mengacuhkan permintaan ini bisa beresiko mendapatkan hukuman/penalti (langsung atau tidak).
3. Waktu yang dipaksakan sendiri – digunakan untuk mengerjakan hal-hal yang kita putuskan sendiri. Di sini tidak ada penalti.


Dimana monyetnya?

Suatu ketika, misalnya, Anda sedang tergesa-gesa berjalan di lorong kantor ketika salah seorang staf Anda mendekati dan menyapa, “Selamat pagi Pak. Boleh saya bicara sebentar? Kita ada masalah nih, Pak”. Karena Anda perlu mengetahui masalah subordinate Anda, maka Anda pun berhenti dan mendengarkan staf Anda menjelaskan masalahnya secara rinci. Anda terjebak di tengah-tengahnya. Karena pemecahan masalah itu memang bidang Anda, tak terasa waktu pun berlalu. Ketika akhirnya Anda melirik jam tangan, obrolan yang tampaknya hanya tiga menit itu ternyata sudah memakan waktu tiga puluh menit.

Karena hanya sekilas, Anda memutuskan yang penting tahu dulu masalahnya meski belum cukup tahu untuk mengambil keputusannya. Maka Anda pun mengatakan, “Ini masalah penting, tetapi saya belum ada waktu membahasnya. Biar saya pikirkan dulu, nanti saya beri kabar.” Anda pun berpisah. Diskusi tersebut membuat Anda terlambat sampai ke tempat tujuan.

Monyet pertama

Sebelum Anda berjumpa di lorong itu, sesungguhnya monyetnya ada di punggung staf Anda. Ketika Anda berdua membicarakannya, masalahnya menjadi pertimbangan bersama, maka monyet pun memijak punggung Anda berdua. Namun saat Anda mengatakan, “Biar saya pikirkan dulu; nanti saya beri kabar,” beban di punggung Anda menjadi berlipat sementara staf Anda pergi dengan beban dua puluh kilogram lebih ringan. Kenapa begitu? Sebab monyetnya sudah sepenuhnya pindah ke punggung Anda.”

Mari kita berandai-andai. Taruh kata masalah yang dipertimbangkan itu adalah bagian dari tugas staf Anda tadi dan, taruh kata lagi, sesungguhnya ia mampu betul memberikan usulan-usulan solusi bagi masalah yang dibicarakannya itu. Maka, ketika Anda membiarkan monyetnya pindah ke punggung Anda, itu sama saja dengan Anda secara sukarela mengerjakan dua hal yang semestinya dikerjakan oleh staf Anda tadi, yakni:

1. Menerima tanggung jawab atas masalah milik staf Anda, dan
2. Menjanjikan laporan perkembangan kepada staf tersebut

Rumusannya, “ Untuk setiap monyet, selalu ada dua pihak yang terlibat: Yang menyelesaikan dan yang mengawasinya .”

Dalam kasus di atas, tampak bahwa Anda yang berperan sebagai bawahan, sementara bawahan Anda justru berperan sebagai pengawas. Keesokan harinya staf tersebut datang beberapa kali ke ruangan Anda dan mengatakan, “Apa kabar Pak? Bagaimana hasilnya?” Kalau Anda belum memecahkan persoalannya secara memuaskan baginya, bisa-bisa ia akan menekan Anda untuk mengerjakan apa yang sesungguhnya adalah pekerjaannya, dan bukan pekerjaan Anda.


Monyet kedua

Anda menerima memo dari Boni, salah seorang staf Anda, yang intinya berbunyi, “Pak, kita kurang didukung oleh bagian Gudang dalam proyek X. Bisakah Bapak bicara dengan manajer mereka?” Dan, tentunya Anda mengiyakan. Semenjak itu Boni sudah dua kali menindak-lanjuti persoalannya dengan pertanyaan, “Bagaimana soal proyek X nya Pak? Bapak sudah bicara belum dengan bagian Gudang? Dua kali pula Anda dengan rasa bersalah menjawab, “Belum sih, tetapi jangan kuatir, pasti saya bicarakan”.

Monyet ketiga

Kali ini datang dari Mimi. Dengan cerdik ia menyanjung Anda terlebih dulu sebelum akhirnya meminta tolong, sebab Anda punya pengetahuan yang mendalam tentang organisasi dan keunikan teknis dari masalah yang dihadapinya ketimbang dirinya.


Monyet keempat

Satu lagi monyet yang Anda janjikan adalah membuat uraian tugas buat Santi. Ia staf yang baru dipindahkan dari departemen lain untuk mengisi posisi yang baru saja diciptakan dalam departemen Anda. Anda belum sempat menentukan secara spesifik apa saja tugas jabatan baru itu. Jadi, ketika ia bertanya apa yang diharapkan darinya, Anda berjanji untuk menuliskan uraian tugas untuk mengklarifikasikan tanggung-jawabnya.


Monyet kelima

Putera Anda pulang dari sekolah dan berkata, ”Ayah! Ibu! Aku diterima jadi anggota tim basket yunior!”

Anda menyahut, “Woww…keren..! Ayah dan Ibu bangga, nak!” Lalu ia berkata, “Tapi Ayah…Ibu…aku mau diantar-jemput ke tempat latihan setiap hari Selasa, Kamis, dan Jumat sepulang sekolah.” Nah, satu monyet dilemparkan lagi. Lalu siapakah yang akan mendapatkan monyet itu? Sudah pasti Anda dan isteri Anda. Yang mulanya kabar gembira sekarang menjadi monyet, bukan?

Akan lebih parah lagi jika monyetnya segera beranak pinak! Isteri Anda berkata pada putera Anda, “Ibu bisa mengantarmu Selasa dan sekali-sekali Jumat, tetapi Kamis benar-benar tidak mungkin. Siapa lagi teman satu timmu? Mungkin Ibu bisa mengatur antar-jemput bersama.”

Setelah putera Anda menceritakan siapa saja teman satu timnya, isteri Anda mengatakan, “Akan segera Ibu atur, sayang. Nanti Ibu beritahu siapa yang akan mengantar-jemputmu.” Tanpa perduli samasekali, putera Anda pun lari ke arah TV dengan gembiranya, “Terima kasih Bu. I love you!”.

Pastilah putera Anda terlalu kecil untuk bisa mengemudi, tetapi tentunya ia bisa mengupayakan alternatif lain untuk transportasinya dan dalam prosesnya ia belajar memikul tanggung jawab.

Lihatlah, betapa mudahnya Anda mengambil monyet-monyet orang lain dalam segala bidang kehidupan, padahal mestinya itu tidak perlu. Lalu, dalam prosesnya, Anda telantarkan monyet Anda sendiri dan membuat orang lain tergantung kepada Anda serta mencampakkan peluang mereka untuk belajar memecahkan masalah mereka sendiri.

Datanglah monyet keenam, ketujuh, kedelapan….. dari keponakan, sepupu, mertua, ipar, tetangga, adik, aa’, teteh…..dst

Di mana-mana monyet

Di sekeling Anda monyet, monyet dan monyet! Anda bahkan kini mendapatkan beberapa “monyet-monyet lemparan!” Monyet-monyet ini diantaranya dibuat oleh Tenny, yang gaya kerja serta kepribadiannya kadang menimbulkan masalah bagi orang-orang di bagian lain organisasi Anda. Maka yang lain pun membawakan masalahnya kepada Anda, yang pasti Anda jawab dengan: “Biar saya pelajari; nanti saya kabari.”

Kini Anda dapat melihat jelas, diantara monyet-monyet yang berkecamuk di benak Anda itu, kebanyakan justru monyet milik staf Anda. Artinya, staf Andalah yang seharusnya menangani dan bukan Anda. Meskipun demikian, ada juga monyet kepunyaan Anda sendiri, yaitu, bagian dari uraian tugas Anda. Yang pasti, kebanyakan monyet-monyet di kantor Anda itu bukan seluruhnya monyet Anda.

Tidak lama kemudian beban Andapun sudah penuh (oleh tugas dari bos Anda maupun orang lain), tetapi monyetnya terus saja berdatangan.

Tak ayal lagi, maka Anda pun mulai ‘meminjam’ waktu milik kehidupan pribadi Anda: berolah raga, hobi, kegiatan warga, ibadah, dan tentu saja nantinya dari keluarga Anda.

Ujung-ujungnya Anda sampai pada titik di mana tidak lagi tersedia waktu. Tetapi monyet-monyetnya terus saja berdatangan. Ketika itulah Anda mulai menunda-nunda, sementara staf Anda menunggu. Anda sama-sama tidak melakukan apa-apa terhadap monyet-monyet itu, suatu duplikasi upaya yang sangat mahal.

Penunda-nundaan Anda itu membuat Anda menjadi penghambat bagi staf Anda. Mereka lumpuh karena Anda dan menjadi penghambat bagi orang-orang di departemen lainnya. Ketika orang-orang departemen lain ini komplain, Anda berjanji untuk mempelajari masalahnya dan memberi mereka kabar. Waktu yang Anda habiskan untuk mengurus “ monyet-monyet dari samping ” ini semakin mengurangi waktu untuk menangani monyet-monyet staf Anda sendiri.

Lalu tiba-tiba bos Anda mendapat kabar ada masalah di departemen Anda. Ia menuntut lebih banyak laporan dari Anda. Kini bukan hanya “ monyet-monyet dari samping ” saja yang Anda dapatkan, tapi juga “ monyet-monyet dari atas ” dan ini harus didahulukan dari yang lain. Waktu yang Anda habiskan untuk itu semakin mengurangi waktu untuk yang lainnya. Sungguh sangat kusut. Mengingat-ingat semua kekacauan itu, Anda sadar bahwa Anda sendirilah penyebab hambatan organisasi Anda; sungguh luar biasa masalah yang Anda timbulkan.

Tentu, masalah yang lebih besar adalah ‘hilangnya peluang’; menghabiskan seluruh waktu Anda menangani monyet-monyet orang lain sementarai monyet-monyet Anda sendiri tidak tertangani. Sebagai manager, Anda sekarang bukannya me-manage , Anda malah di-manage .

“ Monyet-monyet dari atas ” adalah waktu yang dipaksakan oleh bos, seperti poin 1 dari manajemen waktu yang Bill Oncken uraikan di awal tulisan ini. “ Monyet-monyet dari samping ” adalah waktu yang dipaksakan sistem seperti poin 2 dan “ Monyet-monyet yang Anda sendiri ” dan “ Monyet-monyet yang dengan suka rela Anda ambil dari keluarga, kerabat, sahabat dan tetangga” adalah waktu yang dipaksakan sendiri seperti nomor 3.


***

Menangani monyet-monyet

Oncken memberi kesimpulan sederhana untuk menangani monyet yakni:
“ Kapan saja saya membantu Anda, maka sesungguhnya masalah Anda kini menjadi masalah saya. Begitu masalah itu menjadi milik saya, maka Anda tidak lagi punya masalah. Saya tidak bisa membantu seseorang yang tidak punya masalah. Anda boleh meminta bantuan lewat skedul waktu yang kita tentukan, dan kita putuskan bersama apa langkah selanjutnya dan siapa yang akan melakukannya ”
Untuk para manajer, inilah enam hal yang harus Anda pertimbangkan, yaitu:

1.Monyet sebaiknya disuapi atau ditembaki. Tak seorangpun senang menerima dampak dari monyet-monyet yang lapar. Monyet mesti disuapi secara berkala. Dalam metafora ini, masalah harus dibicarakan secara berkala antara manajer dan staf yang punya masalah. Kalau monyetnya bisa ditembak (masalah diselesaikan secepat mungkin), tentu saja tidak diperlukan waktu lagi untuk menyuapinya.

2.Setiap monyet seharusnya punya jadwal waktu untuk suapan selanjutnya . Setelah sebuah sesi penyuapan, si manajer seyogyanya memilih waktu yang tepat untuk penyuapan selanjutnya dan punya daftar langkah-langkah yang harus diambil oleh stafnya. “Bisa kita ketemu Selasa depan jam 11.00 untuk menindaklanjuti hal ini dan membahas apa yang harus kita lakukan selanjutnya?

3.Populasi monyet seharusnya dipertahankan di bawah jumlah waktu maksimum yang dipunyai si manajer . Untuk menyuapi seekor monyet, idealnya memerlukan waktu kurang lebih 15 menit dan si manajer harus mempertahankan jadwal waktu yang memungkinkan untuk dikelolanya dengan baik.

4.Monyet-monyet sebaiknya disuapi pada waktu yang telah ditentukan . Membiarkan staf membawa masalah-masalahnya sesuai dengan waktu mereka sendiri, meningkatakan kemungkinan monyet-monyet tersebut berpindah dari pundak staf ke pundak manajer. Dengan menentukan waktu terinci untuk menyelesaikan masalah, si manajer mendorong stafnya untuk mengambil keputusan terhadap masalah tersebut dan memberinya umpan balik.

5.Skedul penyuapan monyet bisa diskedul ulang, tapi jangan pernah benar-benar ditunda . Baik si manajer maupun staf boleh saja melakukan skedul ulang untuk menyuapi monyet, namun tetap harus diskedulkan ke waktu yang spesifik untuk menghindari hilangnya jejak masalah tersebut.

6.Monyet-monyet sebaiknya disuapi secara tatap muka atau lewat telpon, namun tidak lewat tulisan (surat/sms/email, dll) . Penyuapan yang dilakukan lewat tatap muka atau telpon bermanfaat untuk memastikan si monyet tetap menjadi masalah staf tersebut, kecuali jika manajer memandang perlu untuk mengambil alih masalahnya.
Ringkasnya, keterampilan mendelegasikan membantu manajer menyelesaikan masalah dengan lebih baik dan sekaligus mengembangkan keterampilan pemecahan masalah untuk staf-stafnya.

***
Sekedar pengingat, bila Anda sedang tenggelam dalam lautan pekerjaan yang mengacaukan manajemen waktu Anda, ingatlah tiga huruf ini: RHW.

Pertama, kita mulai dengan huruf H (HAPUSKAN). Kalau bisa di coret dari daftar Anda, hapus pekerjaan itu (tembaki monyet Anda).

Kedua, huruf W (WAKILKAN). Kalau Anda bisa mewakilkan/mendelegasikan pekerjaan Anda, lakukanlah, sepanjang diberikan pada orang yang tepat.

Dan, terakhir, R (REKAYASAKAN). Artinya, jadwalkan sedemikian rupa sehingga pekerjaan Anda menjadi lebih sederhana dan terukur. NLP menyebutnya sebagai chunking down (memecah-mecah menjadi lebih terkelola).

Kalau Anda sudah membaca Bakul Pertama dari serial Beras Kencur ini, tentu masih ingat metafora berikut: Bagaimana cara Anda menyantap seekor gajah? Tentu saja dengan mengunyahnya sepotong demi sepotong, bukan?

Thursday, June 3, 2010

Puisi Untuk Istriku

Cintaku……

Hari ini, genap sudah usiamu ke tiga puluh tiga tahun
Usia yang tidak lagi muda belia
Tapi juga belum pantas untuk dikatakan tua

Bagiku dirimu masih cantik seperti dulu
Saat ku mengenalmu di kota ini
Bahkan lebih menarik
Karena aku tahu.....
Wajahmu lebih bersih
Dan tubuhmu lebih padat
Hmmm.....

Sayangku.....

Aku sadar...
Sudah hampir duabelas tahun
Kita menjalin ikatan ini
Aku banyak mengecewakanmu
Belum bisa membahagiakanmu
Belum bisa menghadirkan segala impianmu
Dan impian-impian kita

Namun bagiku
Jalan masih panjang terbentang di depan
Masih banyak kesempatan yang masih bisa diperjuangkan
Masih ada waktu untuk kita
Meniti dan menata
Mahligai yang kita bangun
Untuk mewujudkan segala impian itu

Istriku .........

Mungkin aku terlalu berharap
Jika aku ingin agar kita selalu bersama
Dalam suka maupun duka
Membesarkan anak-anak kita
Dengan kasih sayang dan cinta
Untuk meraih kebahagiaan
Dunia dan Akhirat kelak

Monday, April 5, 2010

Net Forward Mind Set

Hari saya mengikuti kelas motivasi transformasi. Suatu hal yang biasa yang dilakukan di perusahaan untuk meningkatkan motivasi para karyawan agar performansi terus meningkat.
Secara umum, materi dan style sang motivator tidak terlalu istimewa. Belum terlalu greget menggetarkan mindset dan motivasi para pendengarnya. Namun ada hal (istilah)yang kelihatan baru bagi saya dan perlu saya cuplik hal yang positip agar waktu yang dikorbankan untuk pelatihan ini tidak sia-sia.
Hal yang baru itu adalah istilah Net Forward Mind Set (CMIIW). Suatu istilah yang menggambarkan rasio antara pikiran positip dan negatip dalam mindset kita. Apabila pikiran positip kita 60% dan sisanya 40% pikiran negatip maka NFMSnya 60/40 atau sama dengan 1,5 yang berarti mind set kita bisa menggerakan ke arah positip (baca kemajuan) sebesar 1,5 x lipat. Tapi kalau pikiran positip kita meningkat menjadi 80% makan NFMSnya menjadi 4 x lipat. Namun apabila pikiran negatif mendominasi misalnya 60% maka NFMSnya menjadi 2/3 atau mindset kita menggerakan ke arah negatif atau kemunduran.
Secara kalkulasi mungkin agak susah membuktikan relevansi dengan kehidupan nyata. Namun apapun teorinya, lebih baik mempunyai pikiran positip daripada pikiran negatif bukan?

Bekerja keras menuju Tuhan


Wahai Manusia Sesungguhnya kamu telah bekerja keras menuju Tuhanmu, maka kamu akan menemuiNya. (QS 84 : 6).

Satu ayat yang tak sengaja kubaca pada saat tengah malam mengingatkanku akan jati diriku selama ini. Secara tak sadar ayat ini terus terngiang di pikiranku dan merefleksikan apa yang sebenarnya ingin kucapai dalam hidup ini.

Selama ini, konsep dan realitas kehidupan ternyata hanya didominasi oleh paradigma bagaimana bekerja keras untuk dunia agar mendapatkan dunia dengan segala kenikmatannya sebanyak-banyaknya. Makin bekerja keras untuk mendapatkannya, maka makin terasa panjang jalan yang harus ditempuh.

Ibadah yang sampai saat ini dilakukan, hanyalah serpihan-serpihan kecil yang kadarnya tidak berimbang dengan apa yang dilakukan untuk dunia ini. Kadang timbul tenggelam, tergantung dari situasi yang menyelimuti hati dan pikiran. Saat dunia terasa tidak berpihak kepadaku, maka aku membutuhkan agamaku, tetapi pada saat dunia berpihak kepadaku, maka seringkali kulupa menjaga ibadahku.

Itulah mengapa, mulai saat ini kuprogram ulang seluruh agenda harianku. Harus ada breakthrough, sehingga aku bisa berprestasi juga dalam ibadahku. Jalan yang terbaik menuju Tuhanku, yang harus kulalui lebih keras dariapa yang harus kujalani untuk duniaku.

Tuesday, December 29, 2009

di Balik Pergantian Tahun

Menjelang akhir tahun, pasti ada persiapan yang dilakukan oleh sebagian orang untuk menyambutnya. Apakah itu persiapan pesta tahun baru, event dalam rangka promosi, cuci gudang, diskon akhir tahun dan sebagainya. Yang menariknya, ada bisnis yang selalu muncul di moment pergantian tahun yaitu bisnis terompet.

Bisnis terompet memang hanya muncul dan meningkat volumenya pada saat menjelang pergantian tahun. Terompet dijadikan alat untuk mengekspresikan kegembiraan seseorang dalam menyambut tahun baru. Berbagai bentuk dan ukuran terompet yang biasanya dijajakan di pinggir-pinggir jalan. Berbahan dasar kertas, harga terompet yang dijual terbilang murah dari harga 5 ribu rupiah sampai dengan 50 ribu rupiah. Dengan harga yang seperti ini, tidak heran mulai dari anak-anak kecil sampai orang-orang dewasa tidak segan untuk membeli terompet dan meniupnya untuk memeriahkan acara baik di rumah, jalanan maupun di tempat-tempat wisata dan kafe.

Dengan ramainya orang membeli terompet, pertanyaan kita sebagai pelaku atau pengamat bisnis, berapa sih omzet dan keuntungan dibalik bisnis terompet ini. Berdasarkan informasi yang kami peroleh, rata-rata pedagang terompet di pinggir jalan setiap hari rata-rata bisa menjual 20 terompet dengan omzet sekitar 150 ribu rupiah. Dengan lama penjualan sekitar 10 hari-an maka omzet total sebesar 1,5 juta rupiah dengan keuntungan bersih rata-rata 50% dari omzet atau sebesar 750 ribu rupiah. Memang kalau dilihat sepintas keuntungan yang diperoleh belum menggiurkan namun kalau dilihat dari jumlah ratusan pedagang terompet yang ada di Kota Tasikmalaya akan menjadi potensi yang cukup lumayan baik bagi para pedagang maupun produsen terompet.