Sunday, December 13, 2009

Duit dan Ilmu, dua sisi yang berbeda

Suatu saat bersama istri, saya sedang membantu (sambil belajar) membuat baso untuk dijual di gerai mie kami. Seperti biasanya, ada celotehan-celotehan ringan dari saya atau istri untuk mengusir kejenuhan. Istri pun nanya “Pah, kalau di kuliahan diajari buat baso seperti ini ga?”. Pertanyaan apa nyindir nih, pikirku. “Ya nggalah, kalau di kuliahan kan ilmu-ilmu manajemen, mana ada ilmu-ilmu praktis seperti ini. Yang kaya gini mah, ga perlu belajar S-1 atau S-2, cukup belajar ke mang-mang baso saja”. Istri lalu nimpalin lagi ”Pantesan ya pah, banyak sarjana-sarjana pengangguran, jelas aja ngga diajarin nyari duit atas usaha sendiri sihh” hehehe .. bener juga. Saya teringat saat kuliah di S-1 dan S-2 dulu, tidak ada yang mengajarkan bagaimana selepas dari kuliah, kita bisa mencari penghasilan sendiri. Walaupun ada kuliah mengenai Kewirausahaan, yang diajari adalah kiat-kiat usaha dari teori atau buku-buku karangan pengusaha, bukan dari pengalaman dosen itu sendiri, yang mungkin belum pernah sama sekali menggeluti dunia usaha.

Dari perbincangan yang sederhana ini, saya berpikir begitu besar sebenarnya efek dari pendidikan terhadap perekonomian negara kita. Selama ini, sekian puluh juta mahasiswa hanya diberikan ilmu atau wawasan untuk bekerja, bukan sebagai pengusaha dalam arti yang sesungguhnya. Ilmu kewirausahaan yang diajarkan hanya 2 SKS terlalu singkat untuk menjadikan seorang mahasiswa tergerak menjadi seorang pengusaha. Seharusnya, di setiap perguruan-perguruan tinggi diajarkan ilmu atau wawasan kewirausahaan yang lebih praktis seperti halnya yang diajarkan di Entreupreuneur University (EU) yang didirikan oleh Bapak Purdi E. Chandra.

Berapa banyak lulusan-lulusan EU dalam tempo yang tidak terlalu lama (kurang dari setahun) bisa menjadi pengusaha sukses dengan omzet miliaran rupiah per bulan dan menyerap tenaga kerja puluhan bahkan ratusan orang. Mengapa lembaga yang berwenang mengenai masalah ini, tidak segera bertindak nyata dan mengadopsi sistem EU. Secara sederhana, buatlah satu semester khusus materi-materi kewirausahaan yang diajarkan oleh para pengusaha tulen. Untuk prakteknya, buat 1 semester tambahan dengan bantuan dana dan pembimbing dari kampus dan para pengusaha. Kalaupun dari para mahasiswa tersebut ada yang langsung “nyebur” ke dunia usaha dan tidak kembali lagi ke bangku kuliah, saya kira mahasiswa tersebut malahan lulus dengan predikat cum laude sebagai mahasiswa berprestasi yang bertindak nyata terhadap negara ini.

Pah..pah…langsung saya tersadar ketika istri menepuk pundakku. “Ngelamunin apa pah….ngelamunin negara ya??? Hehehe…tau aja.

2 comments:

Moci said...

Siaapp, laksanakan ! Tapi angkat dulu saya jadi menteri pendidikan, wak..u..wak..wak u

Aas Maesyanurdin said...

sip kayanya bisa terjadi pa Heri, saya jadi wakilnya juga ga apa2..hehehe