Tuesday, December 8, 2009

Misteri dalam Bisnis Kuliner


Berbisnis kuliner merupakan bisnis yang memerlukan kejelian dalam menangkap selera masyarakat. Tidak semua teori marketing bisa diterapkan seperti halnya Teori Marketing Mix-nya Kotler yaitu 4 P yang terdiri dari Product, Price, Promote, dan Place. Teori lainnya 7P yaitu 4 P di atas dan tambahan 3 P lainnya yaitu Process, People dan Phisycal Evidence. Secara umum, dengan teori ini dapat diimplementasikan dengan baik oleh rata-rata perusahaan besar yang telah maju.

Namun bagaimana halnya yang terjadi pada bisnis kuliner. Dengan sumber daya yang sangat terbatas agak sulit untuk mengimplementasikan bauran pemasaran secara ideal. Bisnis kuliner yang sebagian besar digerakkan oleh bisnis keluarga yang bersifat bisnis pinggir jalan dan bisnis “bakat” (bakat kubutuh – dalam bahasa sunda) secara operasional terkadang dilakukan begitu saja tanpa memperhatikan unsur pemasarannya. Dengan resiko yang memang tidak besar, para pelaku bisnis kuliner ini seakan tidak terlalu memusingkan rencana bisnisnya atau bisnis plan yang akan dijalankan. Mereka berharap dengan bergulirnya waktu produknya lambat laun akan semakin semakin laris.

Memang fenomena yang terjadi, banyak pengusaha kuliner yang berhasil bukan faktor 4 P di atas. Seperti salah satu contoh adalah penjual Tutug Oncom (T.O.) di Dadaha kota Tasikmalaya. Setiap hari tempat T.O. tersebut dipenuhi oleh pembeli dan sebelum jam 3 siang, tidak menerima lagi pembeli karena makanan yang ada Sold Out. Apa kelebihan T.O tersebut ? Kalau diperhatikan dari segi produk, nasi tutug oncom yang disajikan biasa saja. Dari segi tempat sangat terbatas, hanya tenda biasa, terdapat di pinggir sungai dan tidak terlalu strategis (tidak dilalui kendaraan umum). Dari segi harga juga tidak murah-murah amat. Apalagi promosi kelihatannya sama sekali nihil kecuali melalui mulut ke mulut ataupun pemberitaan dan ulasan seperti ini. Lalu dimana letak keberhasilan pemasarannya ?

Saya juga tidak tahu bagaimana asal usulnya sehingga penjual nasi T.O. di Dadaha Tasik ini menjadi terkenal. Apakah karena menjadi pionir penjualan nasi TO di Tasik sehingga terjadi akumulasi pelanggan dalam rentang waktu sekian lama. Ataukah karena keterbasan tempat dan produk sehingga memancing rasa penasaran. Saya tidak tahu persis penyebabnya, tapi yang pasti dalam dunia kuliner selalu ada celah yang bisa dimanfaatkan untuk menjaring pelanggan. Yang dibutuhkan adalah menangkap selera konsumen tersebut dan apalagi kalau kita mampu secara kreatif menuangkannya dalam produk atau layanan, mengapa tidak, kita juga bisa maju.

No comments: